Gatra Pasupati – Kamis, 01 Pebruari 2024

Amlapura – Dalam rangka meningkatkan kegiatan penyiaran agama di ruang publik Penyuluh Agama Hindu Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karangasem I Gusti Ngurah Ananjaya, I Gusti Ayu Ratih Damayanti, I Gusti Ayu Sri Juliantari mengajak warga binaan Lapas Kelas IIB Karangasem untuk senantiasa memaknai serta memahami pelaksanaan Hari Suci Tumpek Wariga, Tumpek Wariga merupakan hari raya agama Hindu yang dirayakan setiap 6 bulan atau 210 hari sekali, tepatnya pada Saniscara Kliwon Wariga.

Pelaksanaan hari raya tumpek Wariga sendiri menurut lontar Sundari Gama disebutkan ” Wariga Saniscara Kliwon, ngaran pangunduh pujawali Sanghyang sangkara, apan Sira amrtaken sarwaning tawuwuh”, yang memiliki arti pada hari Saniscara Kliwon Wuku Wariga, disebutlah hari pangunduh. Dimana pemujaannya kepada Sanghyang Sangkara, sebab beliaulah yang menciptakan segala tumbuh-tumbuhan. Tumpek Wariga merupakan hari untuk memberi penghormatan kepada alam dan lingkungan, khususnya tumbuh-tumbuhan .

Perayaan tumpek Wariga juga merupakan penjabaran dari salah satu inti konsep Tri Hita Karana, yakni membangun hubungan harmonis antara manusia dengan alam. Adapun prosesi upacara tumpek Wariga dalam umat Hindu menghaturkan Banten tipat taluh dan tipat gatep., Kemudian menghaturkan bubur sumsum sebagai sesajinya. Tipat taluh memiliki makna sebagai purusa, sedangkan tipat gatep itu sebagai Pradana. Hal ini memiliki makna dengan bertemunya purusa dan Pradana akan menghasilkan buah hasil dari dari yang ditanam. Sesajen bubur memiliki makna agar tanaman yang ditanam itu menjadi subur.

Untuk mengiringi prosesi upacara tersebut terdapat pula sebuah sesontengan yakni ” kaki kaki Dadong kija? Ia gelem. Gelem kenken? Gelem ngeed…ngeed…ngeed”. Yang memiliki makna kaki merupakan simbul purusa dan makna dong berarti dadong merupakan simbul Pradana, dalam hal ini harapnya apapun yang di tanam agar mendapat hasil.