Gatra Pasupati – Karangasem, 7 Desember 2023
Bagi umat Hindu di Bali upakara sebagai bagian penting dari laku ritual yang berdasar seadha sebagai wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, upakara sendiri berdasarkan petunjuk sastra yadnya prakerti yaitu sebagai sahananing bebantenan pinaka pinaka raganta tuwi, rupa- rupaning ida bhatara, pinaka anda bhuana artinya banten sebagai simbol alam, warna dan rupa.
Penyuluh Agama Hindu, I Wayan Eka Wedana, S.Pd ikut serta dalam pembuatan upakara Bebali rangkaian upacara Piodalan di Pura Paibon Arya Wang Bang Pinatih Cangwang, Bunutan Abang. Upakara Bebali terbuat dari daging babi yang disesun dalam bentuk symbol/niyasa Senjata Nawasanga, Gunung, Segara, Ancak, Bingin, Sate Lilit, Sate Asem, Sate Tungguh, Kacu, Sate Jepit, Kuwung, Gunting, Sate Lelet dan Sate Lembat. Upakara bebali yang terdiri dari jatah (sate) katikan, senjata Dewata Nawa Sanga sebagai perlengkapan dari tetandingan banten ayaban bebangkit yang digunakan dalam upacara pecaruan sesuai kisah Detya Kala Dwija dan secara umum mempunyai fungsi dan tujuan menghadirkan kekuatan para dewa sehingga upacara yang dilaksanakan kebaikan kesejahtraan bagi semua makhluk hidup.
Selain ikut mebuat sarana Bebali juga Penyuluh menyampaikan tentang hakekat atau makan dari upakara khusunya bebali sebagai suatu bentuk pendalaman Sraddha terhadap Hyang Widhi. Mengingat Beliau yang bersifat Nirguna, Suksma, Gaib, dan bersifat Rahasia, tentu sirat yang demikian itu sulit untuk diketahui lebih-lebih untuk dipahami. Oleh karenanya untuk memudahkan komunikasi dalam konteks bhakti maka Beliau yang bersifat Niskala itu dapat dipuja dalam wujud Sakala dengan memakai berbagai sarana, salah satunya adalah Banten. Adapun Banten yang memiliki kedudukan sebagai perwujudan Hyang Widhi adalah banten-banten yang berfungsi sebagai Lingga atau Linggih Bhatara.